This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Senin, 30 Januari 2017

dibalik ijab qabul mempunyai arti

                               ..... Asalamualaikum warahmatulloh wabarokatu ...?


        Ijab kabul adalah ucapan dari orang tua atau wali mempelai wanita untuk menikahkan putrinya kepada sang calon mempelai pria. Orang tua mempelai wanita melepaskan putrinya untuk dinikahi oleh seorang pria, dan mempelai pria menerima mempelai wanita untuk dinikahi. Ijab kabul merupakan ucapan sepakat antara kedua belah pihak.






Setelah calon mempelai pria mengucapkan kabul, para saksi mengecek apakah pengucapan ijab dan kabul ini tidak diselingi oleh pernyataan lain. Dengan kata lain, ucapan ijab dari wali mempelai wanita dengan kabul dari mempelai pria harus sambung menyambung tanpa putus, tanpa ada jeda. Jika para saksi menganggap ijab dan kabulnya sambung menyambung, maka biasanya mereka menetapkan bahwa akad nikah yang barusan dilakukan adalah sah, dengan mempertimbangkan terpenuhinya persyaratan rukun nikah.

     tahu kah anda di balik tanggung jawab suami selepas ijab qobul,  sesaat telah terucap...?
 tetapi taukah anda makna" dalam perjanjian atau ingkar" tersebut
 itu tersirat, dan apa pula yang tesirat..? 
 munkin saya menjelas kan sedikit.. 
..
.. yang tersirat iyalah 
,,, Artinya..." maka akan ku tanggung dosa-dosanya si dia ( perempuan yang di jadikan istri ) dari ayah dan ibunya  ; dosa apa saja yang telah di lakukan maupun hingga ia meninggalkan sholat. semua yang berhubungan dengan si dia ( perempuan yang di jadikan istri ) aku tanggung serta akan aku tanggung semua dosa - dosa anak-anak ku.  aku juga sadar sikiranya aku gagal dan lepas tangan dalam menunaikan tanggung jawab ku  maka aku fasik atau suami yan mengkotori dayus. dan aku tahu bahwa neraka lah tempat ku. karena ahirnya istri dan anak ku yang akan menariku  masuk kedalam api neraka jahanam dan malekat malik akan melibas hingga pecah hancur bada ku, akat nikah ini bukan saja perjanjian aku dan istri dan si ibu bapak istri, tetapi ini adalah perjajian terus kepada Allah subahanahu wata'ala 

"jika aku gagal ( sang suami )..?
,,''duhai para istri''
         ,,, begitu beratnya pengerorbanan sang suami  terhadap mu karena saat ijab qobul terucap arsy-nya berguncang karena  beratnya perjanjian yang yang di sebut atau di buat olehnya di depan Allah SWT dengan disaksikan oleh para malaikat dan para manusia maka andai saja kau menhisap darah atau nanah dari hidungnya  suamimu, maka itupun tak belum cukup  untuk menebus semua penorbanan sang suami terhadap mu.
semoga jadi untuk pengelaman yang sudah nikah mau pun yang belum nikah ,, 
subahanallah...... begitu beratnya beban yang di tanggung jawabnya dia itu berarti seorang istri harus patuh dan taat kepada sang suami menjalankan perintah Allah  dan menjahui larangannya..
jaga dan mendidik putra dan putri kita nanti agar mengerti tentang agama dan mengajarkan tangungjawab padanya,,
semoga kita semua mejadi orang-orang tua yang dapat di andalkan dan dapat meberikan yang terbaik untuk putra dan putri kita kelak dengan pengetahuan agama dan cinta kasih sehingga tercipta keluarga kecil yang sakinah.mawadah.waromah..
    
             " amin ya robbal'alamin".....
wasalammuallaikum warohmatullahi wabarokatu...
 

Kamis, 26 Januari 2017

AHLUSUNNAH WAL JAMA'AH - ASWAJA

AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH -“ASWAJA”-

A. Historisitas Aswaja

1. Aswaja dalam Geo-sospol (Genealogi Sosial Politik) Global

      Perjalanan Aswaja dalam kurun waktu sejarah peradaban masyarakat Muslim tidak selamanya   mulus. Meskipun dirinya hadir sebagai pemahaman ke-Islam-an yang dianggap paling sesuai dengan ajaran dan tuntunan Nabi serta para sahabat.


Secara singkat, kita akan melihatnya dalam tabel berikut;
No Masa Periode Momen Sejarah
01 SADRUL ISLAM Rasulullah Awal munculnya Islam. Diturunkannya al-Qur’an. Nabi Peletak fondasi Aswaja (maana wa as habi) hadis sekaligus cerminan Aswaja untuk kali pertama.


- Abu Bakar


       Di dalam wilayah kekuasaannya, Abu Bakar berhasil menyatukan umat Islam, setelah menumpas gerakan Nabi palsu dan kaum murtad. Dalam hubungan ke luar, penyerangan terhadap basis-basis penting Romawi dan Persia dimulai.
Umar Bin Khattab Tata Pemerintahan di Madinah dibakukan berdasarkan asas syura – Persia berhasil ditaklukkan – Romawi diusir dari tanah arab – terjadi pengkotakan antara Arab dan non-Arab – wilayah Islam mencapai Cina dan Afrika Utara.


- Utsman bin Affan


      Al-quran dikodifikasi dalam mushaf Utsmani – embrio perpecahan mulai tampak – pemerintahan labil karena gejolak politik dan isu KKN – Armada maritim dibangun.


- Ali bin Abi Thalib


     Perang Jamal – Pemberontakan Mua’wiyah – arbitrase Shiffin memecah belah umat menjadi tiga kelompok besar: Syi’ah, Khawarij, Murjiah – Abdullah bin Umar mengkonsolidir gerakan awal Aswaja yang tidak memihak kepada pihak manapun dan lebih memusatkan perhatian pada penyelamatan sunnah – Akhir dari sistem Syura.

= Kemajuan Islam Bani Umayyah


     Meneruskan Kekhalifahan sebagai lembaga politik. Abdullah bin Umar berkoalisi dengan penguasa bani umayah. Kembalinya pemerintahan klan atau dinasti – Islam mencapai Andalusia dan Asia tengah – madzhab-madzhab teologis bermunculan; terutama Qadariyah, Jabariyah, Murjiah moderat, Mu’tazilah, Asy’ariyah dan Maturidiyah – Aswaja belum terkonsep secara baku (Abu Hanifah: sebagai pendiri teologi Asy’ariyah). Embrio munculnya mazhab-mazhab.


= Bani Abbasiyah

 
     Mu’tazilah menjadi ideology Negara – Mihnah dilancarkan terhadap beberapa Imam Aswaja, termasuk Ahmad bin Hanbal – Fiqih dan Ushul Fiqih Aswaja disistematisasi oleh al-Syafi’ie, teologi oleh al-Asy’ari dan al-Maturidi, Sufi oleh al-Junaid dan Al-Ghazali – Terjadi pertarungan antara doktrin aswaja dengan kalangan filosof dan tasawuf falsafi – Kemajuan ilmu pengetahuan sebagai wujud dari dialektika pemikiran – pembakuan mazhab-mazhab oleh para pengikutnya-Perang salib dimulai – Kehancuaran Baghdad oleh Mongol menjadi awal menyebarnya umat beraliran Aswaja sampai ke wilayah Nusantara.


= Umayyah Spanyol

 
      Aswaja menjadi madzhab dominan – kemajuan ilmu pengetahuan menjadi awal kebangkitan Eropa – Aswaja berdialektika dengan filsafat dalam pemikiran Ibnu Rusyd dan Ibnu ‘Arabi. Aswaja Runtuh spanyol ikut Eropa.

=Kemunduran Islam Turki Utsmani


      Aswaja menjadi ideology negara dan sudah dianggap mapan – kesinambungan pemikiran hanya terbatas pada syarah dan hasyiyah terhadap mazhab yang dipegangi pengikutnya – ilmu keIslaman mengkrcut menjadi 3 yaitu fiqih, teologi, tasawuf- sedangkan yang lainya hanya penopang seperti, ilmu bahasa, hadits & ulum alqur’an. Romawi berhasil diruntuhkan – perang salib berakhir dengan kemenangan umat Islam – kekuatan Syi’ah (Safawi) berhasil dilumpuhkan – Mughal berdiri kokoh di India.


= Kolonialisme Eropa


     Masuknya paham sekularisme – pusat peradaban mulai berpindah ke Eropa – Aswaja menjadi basis perlawanan terhadap imperialisme – kekuatan-kekuatan umat Islam kembali terkonsolidir.

~ Kebangkitan Islam Akhir Turki Utsmani

 
      Lahirnya Turki muda yang membawa misi restrukturisasi dan reinterpretasi Aswaja – gerakan Wahabi lahir di Arabia – kekuatan Syi’ah terkonsolidir di Afrika utara – Gagasan pan-Islamisme dicetuskan oleh al-Afghani – Abduh memperkenalkan neo-Mu’tazilah – al-Ikhwan al-Muslimun muncul di Mesir sebagai perlawanan terhadap Barat – Berakhirnya sistem kekhalifahan dan digantikan oleh nasionalisme (nation-state) – Aswaja tidak lagi menjadi ideology Negara.
Pasca PD II Aswaja sebagai madzhab ke-Islam-an paling dominan – diikuti usaha-usaha kontekstualisasi aswaja di negara-negara Muslim – lahirnya negara Muslim Pakistan yang berhaluan aswaja – kekuatan Syi’ah menguasai Iran – lahirnya OKI namun hanya bersifat simbolik belaka.

Catatan ringan :
Sebagaimana dicatat oleh para sejarawan muslim paling awal, bahwa terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan pada tahun 35 H, yang kemudian diikuti dengan pengangkatan Ali bin Abi Thalib oleh mayoritas kaum muslimin, ternyata menimbulkan protes keras dari Mu’awiyah Ibn Abu Sufyan, salah seorang gubernur Damaskus yang terhitung masih kerabat Utsman. Protes kedua dilancarkan oleh “trio”, Aisyah, Thalhah dan Zubair. Mereka menuduh Ali adalah orang yang paling bertanggungjawab atas tumpahnya darah Ustman. Gerakan oposisi dua kelompok di atas pada gilirannya pecah menjadi perang terbuka. Yang pertama pecah dalam perang siffin, sedangkan yang kedua meledak dalam perang jamal.
Dalam perang siffin, pasukan Mu’awiyah dalam kondisi terjepit. Dan, guna menghindarkan diri dari kekalahan, mereka lantas mengajukan usulan agar pertempuran dihentikan dan diselesaikan melalui jalur arbitrase (perundingan). Strategi ini ternyata sangat menguntungkan posisi Mu’awiyah dan cukup efektif untuk memecah konsentrasi pasukan Ali. Terbukti pasukan Ali kemudian terbagi menjadi dua kelompok, disatu pihak setuju untuk menerima arbitrase (Syiah), sementara dipihak lainnya menolak dan menginginkan agar pertempuran dilanjutkan sampai diketahui yang menang dan yang kalah (Khawarij). Apalagi ketika diketahui bahwa dalam arbitrase pihak Ali yang diwakili oleh Abu Musa Al-’Asy’ari secara “politis” kalah dalam berdiplomasi melawan kubu Mu’awiyah yang diwakili oleh Amru bin ‘Ash, semakin mengeraskan tekad kelompok yang kontra perundingan untuk keluar dari barisan Ali.
Berdasarkan deskripsi historis tersebut dalam periode ini telah muncul partai; Ali (Syiah), Mu’awiyah dan Khawarij. Munculnya sekte-sekte keagamaan yang lebih bernuansa politis tersebut, akhirnya melahirkan trauma yang mendalam bagi sebagian umat Muslim. Sikap trauma tersebut kemudian menjurus pada kenetralan, khususnya bagi warga Madinah-yang dipelopori Abdullah bin Umar. Mereka mendalami al-qur’an dan memperhatikan serta mempertahankan tradisi (al-Sunnah) penduduk madinah. Sehingga dalam hal ijtihad agama kaum netralis ini bersatu dengan Syiah yang terkenal sangat hati-hati dalam menjaga Sunnah. Namun dalam hal politik kaum netralis melakukan oposisi diantara muawiyah dan syiah.
Namun kaum netralis ini ternyata dalam perjalannya bergabung dengan Umayyah, meskipun juga sering melakukan oposisi dengan rezim damaskus. Pada tahap inilah – proses penyatuan golongan al-jamah (pendukung muawiyah) dengan al-sunnah (netralis madinah) – yang kelak akan melahirkan golongan yang dinamakan Aswaja. Karena persoalan inilah sehingga syiah keluar dari kaum netralis sebagai komitmen mereka untuk tetep berpegang teguh terhadap Sunnah dan melakukan gerakan oposisi yang melakukan perlawanan terhadap rezim Damaskus dan menganggap oportunis terhadap kaum netralis.
Persoalan semakin kabur manakala mencari identitas aswaja itu melalui wilayah teologi. Dilihat dari aspek teologi paham aswaja dikonotasikan dengan Asy’ari dan Maturidi. Sedangkan teologi mu’tazilah dan yang lainnya dipandang sebagai di luar paham aswaja. Lebih jauh lagi, jika suatu identitas diukur berdasarkan sejauh mana konsistensi mereka dalam memegang sendi-sendi fiqhiyah, maka sulit sekali untuk mengatakan teologi mu’tazilah bukan teologi Aswaja. Mengapa? Tidak sulit untuk memberikan argumen bahwa kebanyakan tokoh mu’tazilah adalah pengikut setia dari salah satu mazhab fiqih, yakni Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali. Semisal Abu Jabar yang dalam fiqhnya mengikuti Syafi’i. Data ini diperkuat lagi dengan fakta bahwa para penguasa Abbasiyah mayoritas saat itu juga mengikuti salah satu mazhab fiqh aswaja.
Asy’ari sendiri pada mulanya adalah kader mu’tazilah, karena kekecewaannya terhadap posisi mu’tazilah yang dianggap tidak relevan dengan perkembangan saat itu serta dipandang telah menjadi kelompok akademisi teolog yang mengasingkan diri dari tekanan dan ketegangan waktu, juga cenderung elitis. Pikiran-pikiran Yunani yang dipergunakan sudah meyimpang jauh dari agama masyarakat awam, sehingga sulit diterima masyarakat awam.
Ketegangan pemikiran atau lebih tepatnya dialektika pemikiran jelas tidak mungkin dihindari. Namun sejarah mencatat bahwa ketegangan yang lebih menjurus pada pertentangan justu terjadi antara ahlul hadis (dipelopori Hambali dilanjutkan oleh Ibnu Taimiyah selanjutnya oleh Abdul Wahab) dan ahli teolog (mu’tazilah, Asy’ariyah dan maturidiyah). Bertolak dari argumen ini ada kemungkinan bahwa paham aswaja teutama dalam lapangan teologi terjadi polarisasi. Di satu sisi mincul; pemikran yang cenderung rasionalis, seperti mu’tazilah. Namun pada saat yang sama muncul pemikiran yang ingin menyapu bersih kecendrungan rasionalistik. Kelompok kedua sering dikonotasikan dengan teologi Asy’ari. Apapun pertentangan yang muncul, kenyataan menunjukkan bahwa kelompok moderatlah yang lolos seleksi. Akhirnya kelompok rasional terpaksa minggir sebelum kemudian redup dan muncul lagi di era Muhammad Abduh (neo-mu’tazilah).
Kemudian teologi Asy’ari ini dikembangkan oleh filusuf sekaligus sufistik al-Ghazali yang cenderung kurang rasional dan tidak terlalu monolok terhadap hadis dengan sikapnya yang sufi yang cenderung menggunakan rasa dalam menyikapi dialektika keagamaan. Dan dari tangan hujjatul muslimin inilah paham-paham tersebut menyebar ke se antero dunia sampai sekarang.
Berdasarkan historis sederhana ini dapat tarik sebuah kesimpulan, bahwa secara garis besar pasca terjadinya perang siffin umat muslim terpecah sehingga masing-masing membuat madzhab yang pada akhirnya mazhab-mazhab ini dikembangkan, diformulasikan dan dibakukan oleh para kader madzhab. Dengan pembakuan-pembakuan tersebutlah, selanjutnya konsep Islam disandarkan. Adapun formulasi itu dibagi menjadi tiga yaitu teologi, fiqih dan tasawuf. Sedangkan ilmu-ilmu yang lain dianggap turunannya sehingga dalam wilayah metodologi selalu mengakar dan bisa dikembalikan kepada ketiga ilmu tersebut terutama pada teologi.


~. Aswaja dalam Sejarah Nusantara (Ke-Indonesia-an)

 
      Ada kesinambungan antara alur GeoSosPol Aswaja dengan sejarah Islam di nusantara. Memang banyak perdebatan tentang awal kedatangan Islam di Indonesia, ada yang berpendapat abad ke-8, ke-11, dan ke-13 M. Namun yang pasti tonggak kehadiran Islam di Indonesia sangat tergantung kepada dua hal: pertama, Kesultanan Pasai di Aceh yang berdiri sekitar abad ke-13, dan kedua, Wali Sanga di Jawa yang mulai hadir pada akhir abad ke-15 bersamaan dengan runtuhnya Majapahit. Namun, dalam perkembangan Islam selanjutnya yang lebih berpengaruh adalah Wali Sanga yang dakwah Islamnya tidak hanya terbatas di wilayah Jawa saja tetapi menggurita ke seluruh pelosok nusantara. Yang penting untuk dicatat pula, semua sejarahwan sepakat bahwa Wali Sanga-lah yang dengan cukup brilian mengkontekskan Aswaja dengan kebudayaan masyarakat Indonesia sehingga lahirlah Aswaja yang khas Indonesia, yang sampai saat ini menjadi basis bagi golongan tradisionalis, termasuk PMII.
Sebagaimana termaktub dalam Qonun Asasi yang telah dirumuskan oleh Syaikh K.H. M. Hasyim Asy’ari berdasarkan seleksi beliau terhadap mazhab-mazhab yang telah diformulasikan pada zaman Abbasiyah. Yaitu; “Dalam ilmu aqidah/teologi mengikuti salah satu dari Abu Hasan al-Asy’ari dan Abu Mansur al-Maturidi. Dalam syari’ah/fiqh mengikuti salah satu Imam empat: Abu Hanifah, Malik bin Anas, Muhammad bin Idris Al-Syafi’i, dan Ahmad bin Hanbal. Dalam tashawuf/akhlaq mengikuti salah satu dua Imam: Junaid al-Baghdadi dan Abu Hamid al-Ghazali.”

No Periode Momen Sejarah

~Islam awal Pra-Wali Sanga

 
     Masyarakat Muslim bercorak maritim-pedagang berbasis di wilayah pesisir – mendapat hak istimewa dari kerajaan-kerajaan Hindu yang pengaruhnya semakin kecil – fleksibilitas politik – dakwah dilancarkan kepada para elit penguasa setempat.
Wali Sanga Konsolidasi kekuatan pedagang muslim membentuk konsorsium bersama membidani berdirinya kerajaan Demak dengan egalitarianisme Aswaja sebagai dasar Negara – mazhab fiqh mengkrucut syafi’i-sistem kasta secara bertahap dihapus – Islamisasi dengan media kebudayaan – Tercipta asimilasi dan pembauran Islam dengan budaya lokal bercorak Hindu-Budha – Usaha mengusir Portugis gagal.

~Pasca-Walisanga – Kolonialisme Eropa

 
      Penyatuan Jawa oleh Trenggana menyebabkan dikuasainya jalur laut Nusantara oleh Portugis, Kekuatan Islam masuk ke pedalaman, kerajaan Mataram melahirkan corak baru Islam Nusantara yang bersifat agraris-sinkretik, mulai terbentuknya struktur masyarakat feodal yang berkelindan dengan struktur kolonial mengembalikan struktur kasta dengan gaya baru, kekuatan tradisionalis terpecah belah, banyak pesantren yang menjadi miniatur kerajaan feudal, kekuatan orisinil aswaja hadir dalam bentuk perlawanan agama rakyat dan perjuangan menentang penjajahan. Arus Pembaruan Islam muncul di Minangkabau melalui kaum Padri. Politik etis melahirkan kalangan terpelajar pribumi, ide nasionalisme mengemuka. Kekuatan Islam mulai terkonsolidir dalam Sarekat Islam (SI). Muhammadiyah berdiri sebagai basis muslim modernis.

~ Kelahiran NU


     Komite Hijaz sebagai embrio, kekuatan modernis dengan paham Wahabinya sebagai motivasi, SI tidak lagi punya pengaruh besar, jaringan ulama’ tradisionalis dikonsolidir dengan semangat meluruskan tuduhan tahayyul, bid’ah, dan khurafat, Qanun Asasi disusun sebagai landasan organisasi NU, aswaja (tradisi) sebagai basis perlawanan terhadap kolonialisme, fatwa jihad mewarnai revolusi kemerdekaan.
NU pra kemerdekaan NU sebagai salah ORMAS Islam yang menerima Pancasila sebagai Dasar Negara. Dan menganggap Indonesia sebagai dari sulh (Negara damai).

NU_pasca kemerdekaan


    NU memberi gelar waliyul amri dharury kapada rezim Sukarno. NU menjadi partai politik, masuk dalam aliansi Nasakom, PMII lahir sebagai underbouw di wilayah mahasiswa, di barisan terdepan pemberantasan PKI, ikut membidani berdirinya orde baru, ditelikung GOLKAR dan TNI pada pemilu 1971, Deklarasi Munarjati menandai independennya PMII, NU bergabung dengan PPP pada pemilu 1977, tumbuhnya kesadaaran akan penyimpangan terhadap Qanun Asasi dan perlunya khittah.

NU pasca Khittah

 
    NU kembali menjadi organisasi kemasyarakatan, menerima Pancasila sebagai asas tunggal, menjadi kekuatan utama civil society di Indonesia, posisi vis a vis Negara, bergabung dalam aliansi nasional memulai reformasi menjatuhkan rezim orba.
08 NU_pasca reformasi Berdirinya PKB sebagai wadah politik nahdliyyin, Gus Dur sebagai presiden, NU mengalami kegamangan orientasi, kekuatan civil society mulai goyah, PMII memulai tahap baru interdependensi. (Pasca Gusdur sampai sekarang, kekuatan tradisionalis terkotak-kotak oleh kepentingan politis).


B. Normatifitas Aswaja dalam Pemahaman PMII
 
1. Pergeseran makna Aswaja


      Dalam konteks keindonesiaan jam’iyyah Nahdlatul Ulama’ (NU) dan Ahlussunnah wal jama’ah (Aswaja) ibarat dua sisi mata uang. Ketika menyebut NU dalam konsep kita akan terbayang imam-imam besar sebagaimana dirumuskan oleh faunding father Hadratus Syaikh K.H. M. Hasyim Asy’ari dalam Qanun Asasi . Yaitu : “Dalam ilmu aqidah/teologi mengikuti salah satu dari Abu Hasan al-Asy’ari dan Abu Mansur al-Maturidi. Dalam syari’ah/fiqh mengikuti salah satu Imam empat: Abu Hanifah, Malik bin Anas, Muhammad bin Idris Al-Syafi’i, dan Ahmad bin Hanbal. Dalam tashawuf/akhlaq mengikuti salah satu dua Imam: Junaid al-Baghdadi dan Abu Hamid al-Ghazali.”
Ada dua pola pemahaman kaum Muslimin terhadap Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja). Pertama, yang memahami Aswaja identik dengan Islam dengan doktrin pemurnian (purifikasi) ajaran Islam. Kedua, yang mamahami Aswaja sebagai “mazhab” saja. Baik pola pertama maupun kedua masing-masing mampunyai kelemahan. Yang pertama seringkali mengklain bahwa kebenaran hanya milik kelompoknya, sehingga kesan sektarianisme sulit dihindarkan. Pada level praksisnya, pengkafiran (takfir) menjadi bagian tidak terpisahkan dalam relasinya dengan non-muslim maupun dengan umat Islam tapi yang tidak satu aliran sehingga bentuk kekerasan menjadi mudah dilakukan atas dasar teks agama.
Pola mazhab juga mempunyai kecenderungan untuk menjadi institusi, dan karenanya ia menjadi kaku (jumud), karena mazhab mengandaikan kebakuan suatu pola ajaran, dan akhirnya itu semua menjadi ajaran atau doktrin yang terbakukan. Di pola nomer dua inilah mayoritas masyarakat NU memahaminya, bahkan rumusan definitif Aswaja tersebut dalam perkembangannya hanya dipahami dalam konteks “berfikih” dan mengikuti apa saja yang telah dihasilkan para ulama terdahulu (taklid). Lebih jauh, pada dataran praksisnya Aswaja mengkrucut lagi menjadi mazhab fiqih syafi’i saja dan menempatkan fiqih sebagai “kebenaran ortodoksi” yakni menundukkan realitas dengan fikih. Menyadari realitas yang demikian itu, maka Aswaja haruslah dipahami dan direfleksikan kembali ke dalam konteks aslinya, yang sesungguhnya sangat kritis, eklektik dan analitis.
Memang tiga pola panutan Qanun Asasi ini dalam prakteknya tidaklah sederhana dan cenderung problematis. Apalagi ketika dirunut sejarah masing-masing ajaran disertai dengan varian-varian pemikiran para pengikutnya, semakin jelas terjadi kompeksitas gagasan bahkan terjadi pemilahan pada dua kutub yang saling berseberangan. Realitas sejarah pemikiran beserta varian-varian mazhab yang tersebut di atas, membawa kita untuk berkesimpulan bahwa Aswaja bukanlah sebuah doktrin yang kaku, baku dan linear. Banyak sekali persoalan di dalamnya. Sehingga dalam memahami Aswaja tidaklah cukup hanya pada produk pemikiran (mazhab) atau perkataan (qauli yang terdokumentasi dalam karya-karya) dari para mazhab-mazhab di atas, akan tetapi juga metode (manhaj) berpikir mereka dalam menyusun pemikirannya yang disesuaikan dengan konteks yang mereka hadapi. Maka qoul-qoul mazhab terutama dalam kajian fiqih yang sudah terbukukan jika dalam konteks sekarang tidak relevan -bukan berarti salah- maka harus diinterpretasi ulang dan mengembalikannya ke Al-qur’an dan sunnah. Kemudian dari teks agama ini digali hukum-hukum baru dengan menggunakan metodologi imam mazhab tersebut (mazhab minhaj). Agar sesuai dengan keadaan sosial sekarang.
Ada empat ciri yang menonjol dalam memaknai aswaja sebagai mazhab minhaj ini. Pertama, fiqih dihadirkan sebagai etika dan interpretasi sosial bukan sebagai hukum positif mazhab. Kedua, dalam hal metodologi mazhab tersebut di dalamnya sudah mulai diperkenalkan metodologi pemikiran filosofis terutama dalam masalah sosial budaya. Ketiga, verifikasi terhadap mana ajaran pokok (usul) dan mana cabang (furu’). Keempat, selalu diupayakan interpretasi ulang dalam kajian teks-teks fiqih untuk mencari konteksnya yang baru.
Dengan model bermazhab seperti ini diharapkan dapat memberikan spirit baru untuk keluar dari “tempurung sakral” masa lampau dan berani memunculkan pikiran-pikiran eksprementatif sosial yang kreatif dan orisinil. Dalam konteks ini kreasi-kreasi ulama masa lalu tetap tidak dinafikan dan diletakkan dalam kerangka kooperatif, namun karya tersebut jangan sampai menjadi belenggu pemikiran yang mematikan. Sehingga jalan masuk untuk melakukan terobosan baru dalam setting tranformasi sosial, ekonomi politik maupun budaya menjadi lebar.
Peletakan fiqih seperti ini memunculkan problem metodologis yang sangat besar karena mazhab yang dianut masyarakat NU adalah mazhab Syafi’i. Kendati dalam Qonun Asasi mengakui adanya empat mazhab, namun dalam wilayah praksisnya itu tidak secara otomatis dilakukan secara eklektik karena ada rambu-rambu talfiq metodologi yang tidak mudah ditembus. Meski demikian dikalangan para kiai sepuh yang notabennya menguasai ilmu-ilmu agama metode ini sudah diterapkan. Hal ini bisa dlihat dari adanya bahsul masa’il yang mencoba merumuskan pemikiran-pemikaran segar agar selalu menyesuaikan zaman.
Dan seiring berkembangnya zaman mazhab minhaj inipun dirasakan kurang menyentuh realitas. Lagi-lagi, realitas harus dijustifikasi dengan metodologi agama yang sebatas pada ketiga pola qanun asasi yaitu fiqih, teologi dan tasawuf, terutama dalam aspek fiqihnya. Pemahaman seperti ini tidak memadai untuk dijadikan pijakan gerak PMII. Sebab, pemahaman demikian cenderung menjadikan Aswaja sebagai sesuatu yang dalam konsep metodologi menjadi beku dan tidak bisa diotak-atik lagi. Pemaknaannya hanya dibatasi pada metodologi ulama klasik saja. karena secanggih apapun metodologi, selalu tergantung pada waktu dan tempat (konteks) yang dihadapinya. Padahal untuk menjadi dasar sebuah pergerakan, Aswaja harus senantiasa fleksibel dan terbuka untuk ditafsir ulang dan disesuaikan dengan konteks saat ini dan yang akan datang. Inilah yang dinamakan sebagai metodologi yang terbuka. Oleh karena itu, lagi-lagi interpretasi ulang terhadap konsep mazhab manhaj harus dilakukan.
Lebih jauh, implikasi yang dihasilkan dalam tatanan pola fikir dan pranata sosial yang dihadirkan dalam kehidupan orang-orang NU dianggap terlalu kaku sehingga kurang responsive terhadap tantangan dan tuntuan perkembangan zaman. Khususnya dalam hal-hal yang terkait dengan persoalan hudud, hak asasi manusia, hukum public, jender dan pandangan dengan non-muslim. Meski manhaj madhab telah dilakukan tetapi tetap saja rumusan Qonun Asasi khususnya fiqih tidak berani mendekati kecuali ulama-ulama yang dianggap mumpuni. Tegasnya, manhaz mazhab yang bertumpu pada keilmuan fikih yang berimplikasi pada cara pandang dan tatanan paranata sosial dalam masyarakat NU belum berani dan selalu menahan diri untuk bersentuhan dan berdialog langsung dengan ilmu-ilmu baru yang muncul pada abad ke-18 dan 19 di dataran Eropa yang notabennya non-muslim, seperti antropologi, sosiologi, budaya, psikologi, filsafat dan lain sebagainya. Bahkan dari yang sesama muslim yang dianggap tidak satu mazhab seperti, mu’tazilah wahabi, syiah, khawarij, dll. maupun para pemikir Islam kiri seperti Hasan Hanafi, Muhammad Abduh, Muhammad Arkun, Fazlurrahman, dll. masyarakat NU masih sangat eksklusif.
Maka ketebukaan terhadap kemungkinan kontak dan pertemuan langsung antara tradisi pemikiran keilmuan Manhaj madhab dengan keilmuan kontemporer yang telah memanfaatkan kerangka teori dan pendekatan yang digunakan oleh ilmu-ilmu sosial dan humanistic harus lakukan. Sehingga terciptanya tatanan masyarakat yang berdimensi kemanusian yang tidak melulu berporos pada fiqih yang cendrung transdental an sich. Ketika pola ijtihad tersebut bertemu dan berdialog maka teori, metode, dan pendekatan yang digunakan pun perlu dirubah. Jadi dalam rumusan fiqih dan kaidah usul fiqh dilakukan infilterisasi yang ketat sejauh mana ia sesuai dengan konteks zaman dan tidak bertentangan dengan paradigma gerakan dan pembaharuan yang progresif.


2. Aswaja sebagai Manhajul Fikr dan Manhaj At-Taghayyur al-Ijtima’i


      Dari sinilah maka kemudian PMII juga memaknai Aswaja sebagai manhaj tagayyur al ijtima;i yaitu pola perubahan yang berdimensi sosial-kemasyarakatan-kemanusiaan yang sesuai dengan nafas perjuangan rasulullah yang dilanjutkan para sahabat penerusnya sampai diera kontemporer. Yang mana metode ini tidak hanya tetumpu pada aspek fiqih dan usul fikih saja, namun memodifikasikannya dengan keilmuan yang lain baik itu datangnya dari para pemikir muslim ataupun non-muslim dengan tetap mempertahankan dimensi historisitas dari keilmuan fiqih dan juga barang tentu teologi dan tasawuf yang disusun beberapa abad tahun yang lalu untuk diajarkan terus menerus pada era sekarang setelah permasalahan zaman terus berevolusi.
Kemudian, rangkaian histories-empiris-fleksibilitas epistemologi dan metodologi yang sesuai situasi politik dan sosial yang meliputi masyarakat muslim waktu itu., mulai dari Rasulullah sampai manhaj at-taghayyur al-ijtima’I yang terbingkai dalam landasan (al-tawassuth) netral/proporsional (al-Tawazun), keadilan (al-Ta’adul) dan toleran (al-Tasamuh). itulah yang oleh PMII dimaknai Aswaja sebagai manhajul fikr yaitu metode berpikir yang digariskan oleh para sahabat Nabi dan tabi’in yang sangat erat kaitannya dengan situasi politik dan sosial yang meliputi masyarakat muslim waktu itu.
Dari manhajul fikr inilah lahir pemikiran-pemikiran keIslaman baik di bidang aqidah, syari’ah, maupun akhlaq/tasawuf, dan barang tentu juga ilmu-ilmu sosial humaniora walaupun beraneka ragam tetap berada dalam satu ruh. Inti yang menjadi ruh dari Aswaja baik sebagai manhajul fikr maupun manhaj taghayyur al-ijtima’i adalah sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah : ma ana ‘alaihi wa ashabi (segala sesuatu yang datang dari rasul dan para sahabatnya.
Jadi, Benang merah yang bisa ditarik dari manhaj al-fikr para Imam dan pemikir tersebut adalah sebuah metode berfikir yang “eklektik” (mencoba mencari titik temu dari sekian perbedaan dengan pembacaan jeli, sampai melahirkan tawaran alternatif). Dan posisi pemikiran mereka dalam dialektika pemikiran dan kuasa maknanya baik kebebasan berpikir, berucap, bertindak/bersikap, berhubungan, barmasyarakat, berberbangsa dan bernegara selalu terbingkai dalam landasan; (al-tawassuth) netral/proporsional (al-Tawazun), keadilan (al-Ta’adul) amarma’ruf nahi munkar, istiqamah dan toleran (al-Tasamuh).
Argumen ini kemudian menjadi dasar pijak untuk tidak terlalu mempersoalkan apakah yang diadopsi itu barasal dari epistemologi yang berlatang belakang sebagaimana Qonun Asasi atau dari luar Qanun Asai tersebut, seperti mu’tazilah, khawarij, syiah dan lain-lainnya. Bahkan barang tentu metode ilmu-ilmu sosial humanistic yang datang dari barat. Yang dalam hal ini focus utamanya adalah sejauh mana metodologi-metodologi itu dapat diimplementasikan secara nyata dan memberi manfaat kapada umat manusia secara universal.


3. Landasan (bingkai) dan prinsip dasar Aswaja Dalam Arus Sejarah


   1. Tawassuth

            Tawassuth bisa dimaknai sebagai berdiri di tengah, moderat, tidak ekstrim (baik ke kanan maupun ke kiri), tetapi memiliki sikap dan pendirian. Khairul umur awsathuha (moderat adalah sebaik-baik perbuatan). Tawassuth merupakan landasan dan bingkai yang mengatur bagaimana seharusnya kita mengarahkan pemikiran kita agar tidak terjebak pada pemikiran agama an sich. Dengan cara menggali&meelaborasi dari berbagai metodologi dari berbagai disiplin ilmu baik dari Islam maupun barat. Serta mendialogkan agama, filsafat dan sains.
    2. Tasamuh
           Tasamuh adalah toleran, tepa selira. Sebuah landasan dan bingkai yang menghargai perbedaan, tidak memaksakan kehendak dan merasa benar sendiri. Nilai yang mengatur bagaimana kita harus bersikap dalam hidup sehari-hari, khususnya dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat. Tujuan akhirnya adalah kesadaran akan pluralisme atau keragaman, yang saling melengkapi bukan membawa kepada perpecahan. Dalam kehidupan beragama, tasamuh direalisasikan dalam bentuk menghormati keyakinan dan kepercayaan umat beragama lain dan tidak memaksa mereka untuk mengikuti keyakinan dan kepercayaan kita. Dalam kehidupan bermasyarakat, tasamuh mewujud dalam perbuatan-perbuatan demokratis yang tidak mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentingan bersama. Dan setiap usaha bersama itu ditujukan untuk menciptakan stabilitas masyarakat yang dipenuhi oleh kerukunan, sikap saling menghargai, dan hormat-menghormati. Di berbagai wilayah, tasamuh juga hadir sebagai usaha menjadikan perbedaan Agama, Negara, ras, suku, adat istiadat, dan bahasa sebagai élan dinamis bagi perubahan masyarakat ke arah yang lebih baik. Perbedaan itu berhasil direkatkan oleh sebuah cita-cita bersama untuk membentuk masyarakat yang berkeadilan, keanekaragaman saling melengkapi. Unity in diversity.
     3. Tawazun
             Tawazun berarti keseimbangan dalam bergaul dan berhubungan, baik yang bersifat antar individu, antar struktur sosial, antara Negara dan rakyatnya, maupun antara manusia dan alam. Keseimbangan di sini adalah bentuk hubungan yang tidak berat sebelah (menguntungkan pihak tertentu dan merugikan pihak yang lain). Tetapi, masing-masing pihak mampu menempatkan dirinya sesuai dengan fungsinya tanpa mengganggu fungsi dari pihak yang lain. Hasil yang diharapkan adalah terciptanya kedinamisan hidup.


4. Ta’adul/‘Adalah

 
          Yang dimaksud dengan ta’adul adalah keadilan, yang merupakan ajaran universal Aswaja. Setiap pemikiran, sikap dan relasi, harus selalu diselaraskan dengan landasan ini. Pemaknaan keadilan yang dimaksud di sini adalah keadilan sosial. Yaitu landasani kebenaran yang mengatur totalitas kehidupan politik, ekonomi, budaya, pendidikan, dan sebagainya. Sejarah membuktikan bagaimana Nabi Muhammad mampu mewujudkannya dalam masyarakat Madinah. Bagitu juga Umar bin Khattab yang telah meletakkan fundamen bagi peradaban Islam yang agung.
Keempat landasan tersebut dalam prosesnya harus berjalan bersamaan dan tidak boleh ada dari satupun bingkai ini tertinggal. Karena jika yang satu tidak ada maka Aswaja sebagai MAnhaj fikr akan pincang.


C. Implementasi Landasan Aswaja dalam konteks Gerakan
 
        Aswaja sebagai manhaj fikr dan manhaj taghayyur al-ijtima’ bisa kita tarik dari nilai-nilai perubahan yang diusung oleh Nabi Muhammad dan para sahabat ketika merevolusi masyarakat Arab jahiliyah menjadi masyarakat yang tercerahkan oleh nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan universal. Ada dua hal pokok yang menjadi landasan perubahan itu :


 Basis epistemologi, yaitu cara berfikir yang sesuai dengan kebenaran qur’ani dan sunnah nabi yang diimplementasikan secara konsekwen dan penuh komitmen oleh para pemikir dalam historisitas asawaja yang terbingkai dalam enam poin tersebut.


 Basis realitas, yaitu Dialektika antara konsep dan realita yang selalu terbuka untuk dikontekstualkan sesuai dinamika perubahan dan lokalitas serta keberpihakan kepada kaum tertindas dan masyarakat lapisan bawah

.
   Dua basis ini terus menjadi nafas perubahan yang diusung oleh umat Islam yang konsisten dengan aswaja, termasuk di dalamnya PMII. Konsistensi di sini hadir dalam bentuk élan dinamis gerakan yang selalu terbuka untuk dikritik dan dikonstruk ulang, sesuai dengan dinamika zaman dan lokalitas. Dia hadir tidak dengan klaim kebenaran tunggal, tetapi selalu berdialektika dengan realitas, jauh dari sikap eksklusif dan fanatik. Maka empat landasan yang dikandung oleh aswaja, untuk konteks sekarang harus kita tafsirkan ulang sesuai dengan perkembangan teori-teori sosial dan ideologi-ideologi dunia.
   Tawassuth harus kita maknai sebagai tidak mengikuti nalar kapitalisme-liberal di satu sisi dan nalar sosialisme di sisi lain. Kita harus memiliki cara pandang yang otentik tentang realitas yang selalu berinteraksi dalam tradisi. Pemaknaannya ada dalam paradigma yang dipakai oleh PMII yaitu paradigma kritis transformatif.
   Walaupun dalam kerangka konseptual Aswaja menekan pandangan yang sangat moderat, itu tidak bisa diartikan secara serampangan sebagai sikap sok bijak dan mencari selamat serta cenderung oportunis. Tetap ada prinsip-prinsip dasar yang harus dipegang dalam Aswaja. Selengkapnya lihat tabel:
Aqidah Sosial/Politik Istinbath al-ahkam
• Uluhiuat
• Nubuwat
• al-Ma’ad
(Eskatologis) • Al-Syura
• Al-Adl
• Al- Hurriyah
• Al-Musawah
• Ilimu sosial humaniora • Al-Qur’an
• Al-Hadits
• Al-Ijma’
• Al-Qiyas
• Ilimu sosial humaniora
    Jadi misalnya, dalam Aswaja tidak ditekankan bentuk negara macam apayang dibentuk: republik, Federal, Islam atau apa pun. Akan tetapi bagi Aswaja apa pun bentuk negaranya yang terpenting prinsip-prinsip di atas teraplikasikan oleh pemerintah dan segenap jajarannya. Sekaligus, juga Aswaja tidak melihat apakah pemimpin itu muslim atau bukan asal bisa memenuhi prinsip di atas.
Tasamuh harus kita maknai sebagai bersikap toleran dan terbuka terhadap semua golongan selama mereka bisa menjadi saudara bagi sesama. Sudah bukan waktunya lagi untuk terkotak-kotak dalam kebekuan golongan, apalagi agama. Seluruh gerakan dalam satu nafas pro-demokrasi harus bahu membahu membentuk aliansi bagi terbentuknya masyarakat yang lebih baik, bebas dari segala bentuk penindasan dan penjajahan. PMII harus bersikap inklusif terhadap sesama pencari kebenaran dan membuang semua bentuk primordialisme dan fanatisme keagamaan.
Tawazun harus dimaknai sebagai usaha mewujudkan egalitarianisme dalam ranah sosial, tidak ada lagi kesenjangan berlebihan antar sesama manusia, antara laki-laki dan perempuan, antara kelas atas dan bawah. Di wilayah ekonomi PMII harus melahirkan model gerakan yang mampu menyeimbangkan posisi Negara, pasar dan masyarakat. Berbeda dengan kapitalisme yang memusatkan orientasi ekonomi di tangan pasar sehingga fungsi negara hanya sebagai obligator belaka dan masyarakat ibarat robot yang harus selalu menuruti kehendak pasar; atau sosialisme yang menjadikan Negara sebagai kekuatan tertinggi yang mengontrol semua kegiatan ekonomi, sehingga tidak ada kebebasan bagi pasar dan masyarakat untuk mengembangkan potensi ekonominya. Di wilayah politik, isu yang diusung adalah mengembalikan posisi seimbang antara rakyat dan negara. PMII tidak menolak kehadiraan negara, karena Negara melalui pemerintahannya merupakan implementasi dari kehendak rakyat. Maka yang perlu dikembalikan adalah fungsi negara sebagai pelayan dan pelaksana setiap kehendak dan kepentingan rakyat. Di bidang ekologi, PMII harus menolak setiap bentuk eksploitasi alam hanya semata-mata demi memenuhi kebutuhan manusia yang berlebihan. Maka, kita harus menolak nalar positivistik yang diusung oleh neo-liberalisme yang menghalalkan eksploitasi berlebihan terhadap alam demi memenuhi kebutuhan bahan mentah, juga setiap bentuk pencemaran lingkungan yang justru dianggap sebagai indikasi kemajuan teknologi dan percepatan produksi.
   Ta’adul sebagai keadilan sosial mengandaikan usaha PMII bersama seluruh komponen masyarakat, baik nasional maupun global, untuk mencapai keadilan bagi seluruh umat manusia. Keadilan dalam ranah ekonomi, politik, sosial, budaya, pendidikan, dan seluruh ranah kehidupan. Dan perjuangan menuju keadilan universal itu harus dilaksanakan melalui usaha sungguh-sungguh, bukan sekadar menunggu anugerah dan pemberian turun dari langit.
Kemudian dari keempat landasan (bingkai) dan prinsip dalam hal perubahan inilah yang menurunkan Nilai-nilai pergerakan.

Catatan Akhir :
    Berdasarkan uraian diatas, kita dapat memahami bahwa Aswaja sebagia manhajul fikr dalam Historisitasnya berusaha dengan sungguh-sungguh menyusun agenda metodologis yang sesuai dengan perubahan zaman dengan mencoba menggabungkan dari berbagai metodologi-ulama pada zaman sekarang dan sebelumnya. Dengan melacak akar historisnya, karena sejarah adalah sistem yang membangun masa kini dan yang akan datang. Metodologi yang dimaksud disini adalah menjadikan al-Qur’an, hadits dan metodologi-ulama baik dari Timur maupun barat sebagai kerangka Epistemologi dan Aksiologi bagi kader PMII dalam menafsirkan dan mentransformasikan realitas. Sehingga epistemologi ini tampak abstrak karena terdapat berbagai varian metodologi yang kesemuanya masih dalam Lingkup Aswaja dan sulit ditemukan benang merahnya. Bahkan sampai sekarang, metodologi tersebut belum ditemukan. Hal ini berbeda ketika Aswaja sebagai manhaj mazhab, disini metolodogi sangat jelas yakni berdasarkan metodologi yang disusun oleh para Imam Mazhab (Qonun Asasi) semisal kaidah uul fiqh dan Qiyasnya Syafi;I, istihsanya maliki, masalaha mursalah, dll. Sedangkan paradigmanya dan orientasinya adalah fiqh. Meski dalam perjalanannya dianggap tidak relevan.
    Maka menjadi tugas kita bersamalah untuk membuat satu tawaran alternatif metodologi baru bagi ruh perjuangan PMII yang mampu mengkombinasikan antara barat dan timur yang sesuai dengan konteks Masyarakat Indonesia pada khusunya dan Umat muslim pada umumnya. Yang pada gilirannya Para kader PMII khusunya di Jogjakarta tidak kebingungan dalam hal metodologi baik dalam menafsirkan teks maupun membaca realitas dengan komitmen sosial yang tinggi. Wallahu a’lam wi al-shawab.

Senin, 16 Januari 2017

contoh wawancara sarpars

BAB I PENDAHULUAN Proses tahapan-tahapan perencana (sarpras) Hasil wawancara dengan kepala sekolah Mts NU Karangploso malang 1. Pewawancara : apa visi dan misi anda Ibu kepala sekolah Untuk memajukan sekolah ini..? Invorman : “Visi saya Menjalankan apa yang sudah baik dan meningkatkan yang sudah ada. “Misinya meningkatkan kualitas kinerja mulai dari adminitrasi dalam pendataan pengarsiban dan meningkatkan kedisiplinan dan meningkatkan KBM. 2. Pewawancara : bangaimana analis lingkungan internal dan external baik itu berpengaruh langsung atau tidak bepengaruh baik itu kelebihan atau kekurangan sekolah ini yang berhubungan dengan sarpras. Informan : “ sarpras yang di punyai secara internal ini sudah hampir 70% kita sudah mempunyai laboratorium IPA, leb bahasa, rungkomputer rung kelas, kantor guru, rung kepala sekolah. 3. Pewawancara : bagaimana proses pembuatan keputusan rencana ( strategis setelah melakukan analis) tentang sarpras..? Informan : “ya rapat secara umum dengan kepala –kepala Leb dan guru setelah itu mengajukan keyayasan jadi dalam menuntukan stiap memutuskan setiap apapun seperti itu tapi kalau kita bisa mengjukan proposal kedepak bantuan –bantuan itu yang kita ajukan jika tidak bisa maka kita danai sendiri dari pihak yayasan dan juga madrasah. 4. Pewawncara : bagaimana mana pelaksanan atau implemasinya.? a. Apa perancana sarpras...? b. Mengapa renca tersebut harus dikerjakan...? c. Dimana akan dikerjakan...? d. Kapan akan dikerjakan..? e. Siapa yang akan mengerjakan..? f. Bagaimana cara mengerjakan..? Informan : a. “Yang pertama adalah pembuatan laporan hasil evaluasi di tiap-tiap sarpras, yang kedua melakukan pencatatan yang di butuhkan atau yang perlu di perbaiki, setelah itu kita ajukan anggaran RABP nya, setelah pencairan dana turun maka kita melakukan perbaikan, makanya perlu juga adanya inventarisasi juga mas jadi inventarisasi itu pencatatan barang-barang yang layak atu tidak layak seperti itu juga bisa”. b. “Membentuk tim jadi membuat panitia perbaikan sarpras, setelah terbentuk panitia, panitia itu nanti yang akan mengerjkan mulai proposal dan juga yang lainya”. c. “Dikerjakan di madrasah yang bersangkutan yaitu MtsNU”. d. “Mungkin di bulan juni-juli di tahun 2017, awal tahun ajaran baru 2017-2018”. e. “Dari pihak sekolah adalah panitia dari pihak luar yaitu CV yang telah di tunjuk”. f. “Pelaksanaanya andai kata ruang kelas ya berarti perbaikan kelas mulai pengecatan kemudian perbaikan-perbaikan lantai klau di dalam kelas atau di ruang kelas tapi kalau lab Ipa menambah pralatan ipa kemudian kalau di lab komputer memperbaiki unit-unit komputer yang rusak begitu, kalu di lab bahasa memperbaiki semua sistim hardwer dan softwernya”. 5. Pewawancara: Apa evaluasi hasil rencana tersebut…? Infirman : “ Perawatan yang belum maksimal, kerusakan alat-alat factor pemakainya, kurang tertibnya inventarisasi” BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Perencanaan Perencanaan dapat diartikan sebagai keseluruhan proses perkiraan dan penetuan secara matang hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang akan datang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan (Sondang P. Siagian). Menurut Roger A. Kauffman seperti yang dikutip oleh Nanang Fatah, perencanaan adalah proses penentuan tujuan atau sasaran yang hendak dicapai dan menetapkan jalan dan sumber-sumber yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu seefisien dan seefektif mungkin. . Menurut Ibrahim Bafadal, perencanaan pendidikan dapat didefenisikan sebagai suatu proses memikirkan dan menetapkan program pengadaan fasilitas pendidikan baik yang berbentuk sarana maupun prasarana pendidikan di masa yang akan untuk mencapai tujuan yaitu memenuhi kebutuhan dan ketersediaan perlengkapan pendidikan. Sedangkan menurut penulis pengertian dari perencanaan ialah keseluruhan proses penentuan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dengan seefisien dan seefektif mungkin. Perencanaan adalah pola perbuatan menggambarkan dimuka hal-hal yang akan dikerjakan kemudian. Dengan kata lain, planning adalah memikirkan sekarang untuk tindakan yang akan datang. Perencanaan yang dimaksud adalah merinci rancangan pembelian, pengadaan rehabilitasi, distribusi sewa atau pembuatan peralatan dan perlengkapan yang sesuai dengan kebutuhan. Dalam hal ini penulis akan menjelaskan perencanaan dalam sarana prasarana, jadi Perencanaan sarana dan prasarana dapat diartikan sebagai keseluruhan proses perkiraan secara matang rancangan pembelian, pengadaan, rehabilitasi, distribusi sewa atau pembuatan peralatan dan perlengkapan yang sesuai dengan kebutuhan. Sedangkan dari Perencanaan kebutuhan merupakan rincian fungsi perencanaan yang mempertimbangkan suatu faktor kebutuhan yang harus dipenuhi. Dalam menentukan kebutuhan diperlukan beberapa data diantaranya adalah distribusi dan komposisi, jenis, jumlah, dan kondisi (kualitas) sehingga berhasil guna, tepat guna, dan berdaya guna dan kebutuhan dikaji lebih lanjut untuk disesuaikan dengan besaran pembiayaan dari dana yang tersedia. Dalam istilah lain ialah bahwa perencanaan dari sarana prasarana dan perencanaan kebutuhan harus lebih dipikirkan dan dikaji sebaik mungkin, karena awal dari sebuah keefektifan ialah dari perencanaan. Perencanaan sarana dan prasarana pendidikan harus memenuhi prinsip-prinsip yaitu :  Perencanaan sarana dan prasarana pendidikan harus betul-betul merupakan program intelektual  Perencanaan didasarkan pada analisis kebutuhan melalui studi komprehensif mengenai masyarakat pendidikan dan kemungkinan pertumbuhan serta prediksi populasi sekolah  Perencanaan sarana dan prasarana pendidikan harus realistis sesuai dengan kenyataan anggaran  Visualisasi hasil perencanaan sarana dan prasarana pendidikan harus jelas dan rinci baik jumlah, jenis, merek, dan harganya B. Karekteristik Perencanaan sarana prasarana Sebuah perencanaan harus didasarkan dari sebuah karekteristik dan kareketeristik dari perencanaan ialah harus dilandaskan atas perhitungan dan selalu mengandung kegiatan/tindakan/usaha. Sasaran perencanaan kerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Salah satu bagian dari karekteristik dari perencanaan ialah menganalisis, menurut Jame J Jones (1969) menegaskan bahwa perencanaan pengadaan sarana dan prasana pendidikan harus diawali dengan menganalisis jenis pengalaman pendidikan yang diberikan sekolah itu. Jones mendeskripsikan langkah-langkah perencanaan pengadaan perlengkapan pendidikan di sekolah sebagai berikut : o Menganalisis kebutuhan pendidikan suatu masyarakat dan menetapkan program untuk masa yang akan datang sebagai dasar untuk mengevaluasi keberadaan fasilitas dan membuat model perencanaan sarana dan prasarana yang akan datang o Melakukan survei ke seluruh unit sekolah untuk menyusun master plan untuk jangka waktu tertentu o Memilih kebutuhan utama berdasarkan hasil survei o Mengembangkan educational specification untuk setiap proyek yang terpisah dalam usulan master plan o Mengembangkan atau menguatkan tawaran atau kontrak dan melaksanakan sesuai dengan gambaran kerja yang diusulkan. Nah, ketika perencanaan diawali dengan sebuah analisis seperti yang dikatakan oleh jame j jones, maka sebuah perencanaan dalam sarana prasarana akan berjalan dengan baik. Ibrahim Bafadal (2004) mengklasifikasi karakteristik perencanaan sarana dan parasana pendidikan sekolah ke dalam beberapa bagian, sebagai berikut :  Perencanaan sarana dan prasarana pendidikan merupakan proses memikirkan dan menetapkan  Objek pikir dalam perencanaan sarana dan prasarana pendidikan adalah upaya memenuhi sarana dan prasarana yang dibutuhkan sekolah C. Prosedur perencanaan Dalam sebuah perencanaan dalam sarana prasarana juga harus memiliki prosedur agar sebuah perencanaan itu akan berjalan dengan baik dan seefisien dan seefektif mungkin. Dalam makalah ini penulis akan menjelaskan beberapa prosedur perencanaan sarana prasarana dalam pendidikan, yaitu: • Menganalisis kebutuhan • Menginventarisasi sarana dan prasarana yang ada • Mengadakan seleksi • Menyediakan dana • Pemberian wewenang untuk melaksanakan tugas penyediaan sarana dan prasarana. Dalam Pandangan lain juga dikemukakan oleh Emery Stoops dan Russel E Johnson (1969), keduanya menegaskan bahwa prosedur perencanaan pengadaan sarana dan prasarana pendidikan, sebagai berikut: • Pembentukan panitia pengadaan barang atau perlengkapan. • Penetapan kebutuhan perlengkapan • Penetapan spesifikasi. • Penetapan harga satuan perlengkapan. • Pengujian segala kemungkinan. • Rekomendasi. • Penilaian kembali. D. Analisis perencanaan sarana prasarana Dalam sebuah perencanaan sarana prasarana juga harus mengadakan analisis agar perencanaan itu berjalan dengan baik. Departemen pendidikan nasional merinci analisisis kebutuhan sarana dan prasarana sebagai berikut :  Analisis kebutuhan dan perencanaan pengadaan alat, Analisis kebutuhan alat dan pengadaannya dilaksanakan melalu pendekatan sebagai berikut : • Tuntutan kompetensi yang tertuang dalam dokumen kurikulum. Kegiatan analisis ini lebih difokuskan pada pencermatan berbagai keteknikan atau praktek keterampilan yang tersirat dan tersurat dalam semua kompetensi yang telah terformulasikan dalam kurikulum. • Jumlah kelompok belajar atau kelompok praktik. Jumlah kelompok belajar teori klasikal (36 atau 40 peserta didik pada setiap tingkat). Jumlah kelompok belajar praktek disesuaikan dengan pola pengetahuan peserta didik secara seri, paralel, atau semi paralel. • Komposisi kelas praktek. Pada dasarnya, kebutuhan alat dalam komposisi kelas paralel adalah sama dengan jumlah alat yang digunakan untuk satu kelas paralel. • Alokasi waktu untuk mencapai kompetensi yang tertuang dalam dokumen kurikulum pada dasarnya merupakan satuan waktu total untuk mencapai kompetensi dalam program pendidikan. • Faktor guna alat, merupakan koefisien dari jam alat yang disediakan dengan jam alat yang dipergunakan. • Spesifikasi alat, ditentukan berdasarkan tuntutan kompetensi. Selain itu juga didasarkan pada tuntutan memenuhi kapasitas, kemampuan, keamanan, dan kenyamanan, serta kelestarian desain alat agar tidak kadaluarsa (out of date). Berdasarkan pendekatan tersebut, sekolah perlu menentukan jenis, spesifikasi dan jumlah alat yang dibutuhkan dengan menggunakan rumus : JKA= JAD/JAS X FGA Keterangan : JKA ; Jumlah Kebutuhan Alat JAD ; Jumlah Alat yang Dibutuhkan JAS ; Jumlah Alat yang Disediakan FGA : Faktor Guna Alat E. Tujuan dan Manfaat perencanaan sarana prasarana Tujuan Perencanaan Sarana dan Prasarana Adalah demi menghindari terjadinya kesalahan dan kegagalan yang tidak diinginkan dan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam pelaksanaannya. Perencanaan pengadaan sarana dan prasarana pendidikan dilakukan berdasarkan analisis kebutuhan dan penentuan skala prioritas kegiatan untuk dilaksanakan yang disesuaikan dengan tersedianya dana dan tingkat kepentingan. Sedangkan Manfaat Perencanaan Sarana dan Prasarana Pendidikan adalah dapat membantu dalam menentukan tujuan, meletakkan dasar-dasar dan menetapkan langkah-langkah, menghilangkan ketidakpastian, dapat dijadikan sebagai suatu pedoman atau dasar untuk melakukan pengawasan, pengendalian dan bahkan juga penilaian agar nantinya kegiatan berjalan dengan efektif dan efisien. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dari pemaparan uraian pembahasan diatas maka kami dapat menarik beberapa kesimpulan, adalah sebagai berikut : a. Perencanaan sarana dan prasarana dapat diartikan sebagai keseluruhan proses perkiraan secara matang rancangan pembelian, pengadaan, rehabilitasi, distribusi sewa atau pembuatan peralatan dan perlengkapan yang sesuai dengan kebutuhan. b. Seorang Perencana harus memahami beberapa prosedur dalam perencanaan sarana dan prasarana pendidikan. Untuk perencanaan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah dilakukan melalui tahapan berikut: • Menganalisis kebutuhan • Menginventarisasi sarana dan prasarana yang ada • Mengadakan seleksi • Menyediakan dana • Pemberian wewenang untuk melaksanakan tugas penyediaan sarana dan prasarana.   Daftar pustaka Wawancara kepala sekolah MTSNU ibu DIAN Bafadal, Ibrahim. 2004. Manajemen Perlengkapan Sekolah Teori dan Aplikasinya. Jakarta: Bumi Aksara.

Senin, 09 Januari 2017

Makalah Hakikat ruang lingkup belajar

MAKALAH  PSIKOLOGI
HAKIKAT DAN RUANG LUNGKUP BELAJAR

Dosen Pengampu :
Noer Rohmah,MA.g





  



Di Susun Oleh :
FENI ERLIA
ARICHATUL JANNAH

Jurusan: Manajemen Pendidikan Islam

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA
(STAINU) KEPUHARJO
2016



KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Illahi Robbi, yang mana telah memberikan kita rahmat, taufiq, hidayah serta inayahnya. Dan tak lupa Sholawat serta salam kami haturkan kepada baginda kita Nabi besar Muhammad SAW, yang mana telah membimbing kita dari zaman jahiliyah menuju zaman yang terang benderang.
Alhamdulillah, pada kesempatan kali ini, kami mendapat tugas dari dosen kami. Untuk menyusun sebuah makalah yang berjudul “Aktifitas Kejiwaan Manusia”, yang meliputi beberapa aspek yaitu, Pengamatan Indra, Tanggapan, Fantasi, Ingatan.
Dalam makalah ini, kami akan membahas seputar aktifitas kejiwaan manusia. Bukan hanya itu, kami juga akan memaparkan sejumlah teori dan juga pakar ahli yang disebut dalam penyusunan makalah ini.
Semoga dengan adanya makalah ini, pembaca dapat menambah wawasan yang berkaitan dengan aktifitas kejiwaan manusia dan macam-macamnya.
Sekian dari kami, apabila ada kesalahan dalam penyusunan makalah ini, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Terima kasih













DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR........................................................................................................ ii
DAFTAR ISI  .................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah............................................................................................ 1
C.     Tujuan Penulisan.............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Hakikat Belajar............................................................................................... 3
B.     Pengertian belajar............................................................................................ 4
C.     Peranan psikologi belajar................................................................................ 5
D.    Ruang lingkup psikologi belajar......................................................................6
BAB  III     PENUTUP
A.    Kesimpulan....................................................................................................... 6
B.     Saran................................................................................................................. 7
DAFTAR PUSTAKA








BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang belajar. Maka, untuk sampai pada derajat yang disebut belajar manusia harus mampu mengadakan atau melakukan perubahan-perubahan. Baik itu perubahan terhadap individu ataupun bahkan secara global. Namun, perubahan-perubahan yang diharapkan adalah perubahan ke arah yang baik, perubahan yang menjadikan menusia menjadi makhluk yang memelihara alam semesta sesuai dengan mandat Alloh SWT. Sehingga manusia harus mencari dan mencapai hakikat belajar sampai sedalam-dalamnya.
Hakikat belajar yang hendak diuraikan dalam makalah ini meliputi arti belajar, sifat dan dasar proses belajar yang banyak berlangsung di sekolah-sekolah. Hal ini dimaksutkan agar pembaca mempunyai gambaran yang sesungguhnya mengenai belajar, terutama belajar yang dilangsungkan di sekolah-sekolah tau kampus. Pengertian belajar dalam uraian ini sengaja dibatasi dalam ruang lingkup bangku sekolah atau perguruan tinggi mengingat hakikat belajar itu sendiri amat luasnya sehingga perhatian kita menjadi lebih terfokus.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, kami merumuskan permasalahan yang akan dibahas, yaitu :
1.      Apa  hakikat belajar ?
2.      Bagaimana peranan psikologi dalam proses belajar ?
3.      Apa saja aspek atau ruang lingkup  kajian psikologi belajar ?

C.     Tujuan
Dari rumusan masalah diatas tujuanya yakni
1.      Untuk mengetahui maksut dari hakikat belajar.
2.      Untuk memahami peranan psikologi belajar.
3.      Untuk mengetahui ruanglingkup kajian psikologi belajar.




BAB II
PEMBAHASAN
A.   Hakikat Belajar
1.      Pengertian Hakikat
Sebelum membahas mengenai apa hakikat yang terdapat dalam belajar, terlebih dahulu akan diuraikan mengenai makna hakikat itu sendiri. Sebab akan sangat kesulitanuntuk memahami hakikat belajar tanpa memahami salah satu kata dalam kalimat tersebut.
Secara sederhana hakikat sering disamakan sebagai sesuatu yang mendasar, suatu esensi yang subtansial,  yang hakiki, yang penting, yang diutamakan dalam berbagai makna yang sepadan dengan pengertian tersebut.hakikat merupakan syarat eksistensi. Hakikat tidak lain adalah sesuatu yang mesti ada pada sesuatu yang jikalau sesuatu tu tidak ada maka sesuatu itupun tidak wujud. Sesuatu yang digaris bawahi adalah simbol-simbol eksistensi tapi eksistensinya ditentukan dalam sesuatu yang huruf besar. Sesuatu yang berhuruf besar itulah syarat yang menentukan adanya sesuatu yang digaris bawahi.1
Jadi bisa dikatakan bahwa hakikat itu adalah sesuatu yang menjadi dasar sesuatu, yang penting bagi keberadaan sesuatau.
Sementara itu pengertian lain, hakikat adalah berupa  apa yang membuat sesuatu itu terwujud. Dengan kta lain dapat dirumuskan, hakikat adalah unsur utama yang mewujudkan sesuatu. Dengan kata lain hakikat itu adalah pokok atau inti dari yang ada. Tidak akan pernah ada suatu atribut jika tidak ada hakikat.2
Dari uraian makna hakikat diatas cukuplah mewakili pengertian hakikat secara sederhananya. Jadi dengan demikian dapat dikatakan bahwa hakikat merupakan makna sebenarnya dari segala sesuatu yang menjadi dasar keberadaan sesuatu.






2.      Pengertian Belajar
Sebelum membahas pengertian belajar, perlu sekali memahami tentang perintah belajar terlebih dahulu.belajar adalah proses perubahan menuju arah yang positif.
Jadi dalam ajaran islam belajar adalah perintah penting karena Nabi SAW saja belajar. Maka sudah sepantasnya kita juga belajar agar menjadi umat yang mengikuti nabinya. Dalam ayat tersebut juga manusia dituntun agar selalu mendahulukan Alloh SWT dalam segala kegiatan kita, termasuk belajar. Oleh karenaya, sangat bagus sekali ketikaakan memulai pembelajaran, agar berdoa kepada Alloh SWT terlebih dahulu.
Belajar adalah perubahan perilaku, sedangkan perilaku itu adalah tindakan yang dapat diamati. Dengan kata lain perilaku adalah satu tindakan yang dapat diamati atau hasil yang diakibatkan oleh tindakan atau beberapa tindakan yang dapat diamati.4
Dalam pengertian ini berarti, belajar adalah perubahan perilaku yang di amati. Atau bisa juga diartikan, belajar adalah perubahan perilaku yang bisa diamati menuju arah yang lebih baik. Pengertian lainya bahwa belajar adalah semata-mata mengumpulkan atau menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi atau materi pelajaran.
Berikut ada beberapa pengertian belajar menurut beberapa ahli yaitu sbagai berikut :
1.      Arthur J.Gates
Yang dinamakan belajar adalah perubahan tingkah laku melalui pengalaman dan latian {learning is the modifications of behavior through experience and training].
2.      Melvin H. Marx
Belajar adalah perubahan yang dialami secara relatif abadi dalam tingkah laku yang pada dasarnya merupakan fungsi dari suatu tingkah laku sebelumnya. Dalam hal ini, sering atau biasa disebut praktik atau latihan.
3.      R.S. Chauhan
Belajar adalah membawa perubahan-perubahan dalam tingkah laku dari organisme.
4.      L.D.Crow dan A. Crow
Belajar adalah suatu proses aktif yang perlu dirangsang dan dibimbing ke arah hasil-hasil yang diinginkan [dipertimbangkan].

Dari berbagai definisi belajar yang telah dikemukakan para ahli tersebut dapat ditarik semacam kesimpulan bahwa pada hakikatnya belajar adalah proses penguasaan sesuatu yang dipelajari. Penguasaan itu dapat berupa memahami [mengerti], merasakan, dan dapat melakukan sesuatu.di dalam diiri yang belajar terjadi kegiatan psikis atau motorik [gerakan-gerakan otot-otot dan saraf]. Sebagai hasil belajar adalahpenguasaan sejumlah pengetahuan dan sejumlah keterampilan baru dan sesuatu sikap baru ataupun memperkuat sesuatu yang telah dikuasai sebelumnya, termasuk pemahaman dan penguatan nilai-nilai. Sebagai perubahan-perubahan dalam tingkah laku manusia, sebagai hasil belajar tadi mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, sikap, dan niali. 5
Dapat pula dinyatakan bahwa belajar adalah usaha sadar dari individu untuk memahami dan menguasai pengetahuan dan keterampilan sika-sikap dan nilai-nilai, guna meningkatkan kualitas tingkah lakunya dalam rangka mengembangkan kepribadianya.












B.     Peranan Psikologi Belajar
Sebagaimana yang sudah pernah kita pelajari bahwa psikologi adalah sebagai ilmu pengetahuan berupaya memahami keadaan dan perilaku manusia, sedangkan belajar merupakan kegiatan manusia yang berhubungan dengan diri sendiri, orang lain, dan lingkunganya. Maka agar kegiatan tersebut memperoleh hasil yang maksimal sesuai harapan secara tidak langsung membutuhkan suatu pemahaman mengenai psikologi.
Tujuan dari mempelajari psikologi belajar adalah agar manusia mempunyai pemahaman lebih tentang individu, baik dirinya sendiri maupun orang lain serta dari hasil pemahaman tersebut diharapkan seseorang dapat bertindak ataupun memberikan perlakuan yang bijaksana.
Psikologi memiliki peran dalam pendidikan baik itu dalam belajar maupun pembelajaran. Pengettahuan psikologi sangat diperlukan oleh seorang guru atau insstruktur sebagai pengajar, pelatih, pembimbing dan pengasuh dalam memahami karakteristik kognitif dan efektif dan psikomotorik peserta didik secara intergral.
Pemahaman psikologi peserta didik oleh pihak guru atau instruktur di industri pendidikan memiliki konstribusi yang sangat berarti dalam membelajarkan peserta didik sesuai dengan sikap, minat, motivasi, aspirasi dan kebutuhan peserta didik, sehingga proses pembelajaran dikelas dapat berlangsung dengan optimal da maksimal. Berikut ada beberapa peran penting dalam psikologi dalam proses belajar.6
1.      Memahami siswa sebagai pelajar, meliputi perkembanganya, tabiat, kemampuan, kecerdasan, motivasi, minat, fisik, pengalaman, kepribadian, dan lain-lain.
2.      Memahami prinsip dan teori belajar.
3.      Meilih metode belajar dan pengajaran.
4.      Menetapkan tujuan belajar dn pengajaran.
5.      Menciptakan situasi belajar dan pengajaran yang kondusif
6.      Memilih dan menetapkan isi pengajaran.
7.      Membantu peserta didik yang mengalami kesulitan belajar.
8.      Memilih alat bantu belajar dan pengajaran.
9.      Menilai hasil belajar
10.  Membimbing perkembangan siswa.

Selanjutnya, uraian psikologi untuk memberikan jalan untuk mendapatkan jalan atas pemecahan masalah-masalah sebagai berikut.7
1.      Perubahan pada anak didik selama dalam proses pendidikan.
2.      Pengaruh pembawaan dan lingkungan atas hasil belajar.
3.      Teori dan proses belajar.
4.      Ubungan antara teknik mengajar dan hasil belajar.
5.      Perbandingan antara hasil pendidikan formal dengan hasil pendidikan informal atas diri individu.
6.      Pengaru kondisi sosial anak didik atas pendidikan yang diterimanya.
7.      Nilai sikap ilmiah atas pendidikan yang dimiliki oleh para petugas pendidikan.
8.      Pengaru interaksi antara guru dan murid dan antara murid dengan murid.
9.      Hambatan kesulitan ketegangan dan sebagainya yang dialami oleh anak didik selama proses pendidikan.
10.  Pengaru perbedaan antara invidu yang satu dan yang lain.
Oleh karenanya psikologi dalam proses belajar merupakan suatu asupan yang positif dalam dunia pendidikan. Maka, karena sangat pentingnya psikologi diharapkan semua pihak dalam lembaga pendidikan apa dan bagaimana psikologi berperan dalam pendidikan. Dengan begitu, proses pendidikan dan pembelajaran akan lebih maksimal, meskipun hasilnya dikembalikan lagi kepada Alloh SWT.











C.     Ruang Lingkup Belajar
Setiap disiplin ilmu yang ada semuanya mempunyai ruang lingkup pembahasan masing-masing. Sehingga apa yang akan dikaji dalam suatu topik tidak akan keluar dari pembahasan pokoknya, dan ini menjadikan suatu disiplin ilmu tersebut menjadi tepat sasaran bahasanya dan sebagainya. Dan ruang lingkup juga tidak hanya dalam materi perkuliahan dan sekolah-sekolah saja, melainkan juga yang bukan dari itu. Oleh karenanya, agar lebih tahu sedikit tentang ruang lingkup, berikut akan diuraikan sedikit mengenai pengertianya.
Ruang lingkup adalah batasan. Ruang lingkup juga dapat dikemukakan melalui variabel-variabel yang diteliti, populasi atau subyek penelitian dan lokasi penelitian. Penggambaran ruang lingkup dapat kita nilai dari data karakteristik responden perlu dilakukan untuk memperoleh gambaran yang komperehensif tentang bagaimana keadaan responden penelitian yang dilakukan, yang boleh jadi diperlukan untuk melihat data hasil pengukuran variabel-variabel pengukuran yang diteliti.8
Lebih jelasnya ruang lingkup adalah suatu batasan dalam sebuah pembahasan materi atau sesuatu agar tidak keluar dari alur pembahasan, dan selalu terkait dalam tema yang bersangkutan.
Sebagai sebuah disiplin ilmu yang merupakan cabang dari psikologi, yang kajianya dikhususkan pada masalah belajar, maka psikologi belajar memiliki ruang lingkup disekitar masalah belajar saja. Oleh karenanya tidak aneh apabila ruang lingkup psikologi belajar terdapat juga dalam kajian psikologi pendidikan. Ini dikarenakan psikologi pendidikan sebagai ilmu terapan berusaha menerangkan masalah belajar menurut prinsip-prinsip dan fakta-fakta mengenai tingkah laku manusia yang tela ditentukan secara ilmiah. Karenanya, masalah belajar mendapat sorotan yang besar dalam psikologi pendidikan.
Psikolgi belajar memiliki ruang lingkup yang secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga pokok bahasan, yaitu masalah belajar, proses belajar dan situasi belajar. Berikut uraian-uraian mengenai hal tersebut :9
1.      Pokok Bahasan Mengenai Belajar
Ada beberapa pokok bahasan mengenai belajar yaitu :
a.       Teori-teori belajar
b.      Prinsip-prinsip belajar
c.       Hakikat belajar
d.      Jenis-jenis belajar
e.       Aktifitas-aktifitas belajar
f.       Teknik belajar efektif
g.      Karakteristik perubahan hasil belajar
h.      Manifestasi perilaku belajar
i.        Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
2.      Pokok Bahasan Mengenai Proses Belajar
Berikut ini pokok bahasan mengenai proses belajar yaitu :
a.       Tahapan perbuatan belajar
b.      Perubahan-perubahan jiwa yang terjadi selama belajar
c.       Pengaruh pengalaman belajar terhadap perilaku individu
d.      Pengaruh motifasi terhadap periaku belajar
e.       Signifikansi perbedaan individual dalam kecepatan memproses kesan dan keterbatasan kapasitas individu dalam belajar
f.       Masalah proses lupa dan kemampuan individu memproses perolehanya melalui transfer belajar.
3.      Pokok Bahasan Mengenai Situasi Belajar
Adapun pokok bahasan mengenai situasi belajar yaitu :
a.       Suasana dan keadaan lingkungan fisik
b.      Suasana dan keadaan lingkungan non fisik
c.       Suasana dan keadaan lingkungan sosial
d.      Suasana dan keadaan lingkungan non sosial

Ruang lingkup yang disebutkan diatas merupakan persoalan dan pokok pembahasan yang akan menjadi kajian bersama dalam mempelajari psikologi belajar.




BAB III
PENUTUP
A.    Kesimmpulan

1.    hakikat merupakan makna sebenarnya dari segala sesuatu yang menjadi dasar keberadaan sesuatu.
2.    belajar adalah usaha sadar dari individu untuk memahami dan menguasai pengetahuan dan keterampilan sika-sikap dan nilai-nilai, guna meningkatkan kualitas tingkah lakunya dalam rangka mengembangkan kepribadianya.
3.    Ada beberapa peran penting dalam psikologi dalam proses belajar.
a.       Memahami siswa sebagai pelajar, meliputi perkembanganya, tabiat, kemampuan, kecerdasan, motivasi, minat, fisik, pengalaman, kepribadian, dan lain-lain.
b.      Memahami prinsip dan teori belajar.
c.       Meilih metode belajar dan pengajaran.
d.      Menetapkan tujuan belajar dn pengajaran.
e.       Menciptakan situasi belajar dan pengajaran yang kondusif
f.       Memilih dan menetapkan isi pengajaran.
g.      Membantu peserta didik yang mengalami kesulitan belajar.
h.      Memilih alat bantu belajar dan pengajaran.
i.        Menilai hasil belajar
j.        Membimbing perkembangan siswa.
4.    Psikolgi belajar memiliki ruang lingkup yang secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga pokok bahasan, yaitu masalah belajar, proses belajar dan situasi belajar. Berikut uraian-uraian mengenai hal tersebut :


B.     Saran
Dalam kegiatan pembelajaran, sangat diperlukan interaksi yang baik antar siswa dan guru agar tecipta proses belajar mengajar yang kondusif. Belajar tidak harus dilakukan secara terforsir, tetapi belajar dapat dilakukan sedikit demi sedikit secara bertahap dan terus-menerus.



DAFTAR PUSTAKA
Abdul Latif, Juraid. 2006. Manusia filsafat dan sejarah. Jakarta : PT Bumi Aksara
Hamdallah Fandi, Riefky. 2011. Penggertian Ruang lingkup. Http://Riefky hamdllah fandi.wordpress.com/ 2011/04/25/pengrtian-ruang-lingkup/.
Hakim, zainal. 2013.Peran sosiologi dalam pendidikan .
Julias HR . 2010. Pengertian hakikat
Atmaja prawira,Purwa .2012. Psikologi pendidikan dalam perspektif baru. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media.
Rohmah, Noer. Psikologi Pendidikan.


[1] Juraid Abdul Latief, Manusia, Filsafat dan Sejarah,2006, Hlm.14
2Julias HR,,Pengertian Hakikat,2010,
http://jalius12.wordpress.com/2010/12/06/pengertian-hakikat/
3Al-Qur’ an
4Arsyad, A,,Media Pembelajaran, 2011, hlm. 3
5Aziz Safa, Psikologi Pendidikan Dalam Perspektiv Baru, Ar-Ruzz media, 2012, hlm. 227-229


6Zainal Hakim, Peran Psikologi Dalam Dunia Pendidikan,2013
7Ibid
8Riefky Hamdallah Fandy, Pengertian Ruang Lingkup,2011
9Dr. Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, 2011, hlm. 3.